Konsep bermain sambil belajar - bermain adalah suatu kegiatan yang serius, tetapi mengasyikan. Melalui aktivitas bermain, berbagai pekerjaanya terwujud. Bermain adalah aktivitas yang dipilih sendiri oleh anak, karena menyenangkan bukan karena akan memperoleh hadiah atas pujian.
Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan umuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium, di mana si anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia melatih kemampuannya.
Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak la kenali sampai pada yang la ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak.
Dengan mengerti arti bermain bagi anak, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain adalah suatu kebutuhan bagi anak. Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain, maka anak belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya.
Bahkan, kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ada satu tahap perkembangan yang berfungsi kurang baik dan ini tidak akan terlihat secara nyata segera, melainkan baru kelak bila ia sudah menjadi remaja. Ada 2 hal yang terkait dengan masalah ini.
Bermain adalah salah satu alat utama yang menjadi latihan umuk pertumbuhannya. Bermain adalah medium, di mana si anak mencobakan diri, bukan saja dalam fantasinya tetapi juga benar nyata secara aktif. Bila anak bermain secara bebas, sesuai kemauan maupun sesuai kecepatannya sendiri, maka ia melatih kemampuannya.
Permainan adalah alat bagi anak untuk menjelajahi dunianya, dari yang tidak la kenali sampai pada yang la ketahui dan dari yang tidak dapat diperbuatnya, sampai mampu melakukannya. Jadi, bermain mempunyai nilai dan ciri yang penting dalam kemajuan perkembangan kehidupan sehari-hari seorang anak.
- Bermain memiliki berbagai arti. Pada permulaan setiap pengalaman bermain memiliki unsur risiko. Ada risiko bagi anak untuk belajar berjalan sendiri, naik sepeda sendiri, berenang, ataupun meloncat. Betapa pun sederhana permainannya, unsur risiko itu selalu ada.
- Unsur lain adalah pengulangan. Dengan pengulangan, anak memperoleh kesempatan mengkonsolidasikan keterampilannya yang harus diwujudkannya dalam berbagai permainan dengan berbagai nuansa yang berbeda. Sesudah pengulangan itu berlangsung, anak akan meningkatkan keterampilannya yang lebih kompleks. Melalui berbagai permainan yang diulang, ia memeroleh kemampuan tambahan untuk melakukan aktivitas lain.
- Fakta bahwa aktivitas permainan sederhana dapat menjadi kendaraan (vehicle) umuk menjadi hajat permainan yang begitu kompleks, dapat dilihat dan terbukti pada kala mereka menjadi remaja.
- Melalui bermain anak secara aman dapat menyatakan kebutuhannya tanpa dihukum atau terkena teguran, umpama: ia bisa bermain peran sebagai ibu atau bapak yang galak, atau sebagai bayi atau anak yang mendambakan kasih sayang. Di dalam semua permainan itu ia dapat menyatakan rasa benci, takut, dan gangguan emosional.
Dengan mengerti arti bermain bagi anak, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa bermain adalah suatu kebutuhan bagi anak. Dengan merancang pelajaran tertentu untuk dilakukan sambil bermain, maka anak belajar sesuai dengan tuntutan taraf perkembangannya.
Bahkan, kalau kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ada satu tahap perkembangan yang berfungsi kurang baik dan ini tidak akan terlihat secara nyata segera, melainkan baru kelak bila ia sudah menjadi remaja. Ada 2 hal yang terkait dengan masalah ini.
- Perkembangan kognitif anak pada umur ini menunjukkan bahwa ia berada pada taraf praoperasional sampai pada tahap operasi konkret. Ciri-ciri dari tahap perkembangan yang ditandai oleh childhood education, adalah perkembangan bahasa dan kemampuan berpikir memecahkan persoalan dengan menggunakan lambang tertentu. Makin ia memasuki tahap perkembangan operasi konkret, maka makin mampu ia berpikir logis, meskipun segala sesuatu pelajaran yang bersifat formal belum menjadi suasana yang diakrabi secara alamiah. Makin lama maka usai fase operasi konkret, secara bertahap ia memasuki fase operasi formal.
- Hal kedua terkait dengan yang dikatakan dimuka, berkaitan dengan fungsi otak kita. Seperti diketahui, kedua belahan otak kita, kiri dan kanan, memiliki fungsi yang berbeda-beda. Belahan otak kiri memiliki fungsi, ciri dan respons untuk berfikir logis, teratur, dan linier. Sebaliknya, belahan fungsi otak kanan terutama dikembangkan umuk mampu berpikir holistik, imaginatif dan kreatif. Bila anak belajar formal (seperti banyak hafal-menghafal) pada umur muda, maka belahan otak kiri yang berfungsi linier, logis, dan teratur amat dipentingkan dalam perkembangannya dan ini sering berakibat bahwa fungsi belahan otak kanan yang banyak digunakan dalam berbagai permainan terabaikan. Akibatnya menurut penelitian (Clark, 1986), maka yang diperlukan seperti itu, kelak akan tumbuh sering dengan memiliki sikap yang cenderung bermusuhan (hostile attitude, Clark, 1986) terhadap sesama teman atau orang lain. Hal tersebut menunjuk pada suatu pertumbuhan mental yang kurang sehat.