Masa fase ketiga sejarah ekonomi islam dimulai pada tahun 1446 hingga 1932 Masehi merupakan fase tertutupnya  pintu  ijtihad  (independent  judgement)  yang  mengakibatkan  fase ini  dikenal  juga  sebagai  fase  stagnasi.  
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam di masa ini antara lain diwakili oleh Shah Wali Allah (w.1176 H/1726 M), Jamaluddin Al-Afghani (w.1315 H/1897 M), Muhammad Abduh (w. 1320 H/1905 M), dan Muhammad Iqbal (w. 1375 H/1938 M).49
 
 Muhammad  Iqbal,  penyair,  pujangga  dan  filosof  besar  abad  ke-20, dilahirkan  di  Sialkot,  Punjab,  Pakistan  pada  9  Nopember  1877  merupakan  sosok pemikir  multi  disiplin.  Di  dalam  dirinya  berhimpun kualitas kaliber  internasional sebagai  seorang  sastrawan,  negarawan,  ahli  hukum,  pendidik,  filosof  dan mujtahid.  Sebagai  pemikir  Muslim  dalam  arti  yang  sesungguhnya,  Iqbal  telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam secara liberal dan radikal.
Muhammad  Iqbal,  penyair,  pujangga  dan  filosof  besar  abad  ke-20, dilahirkan  di  Sialkot,  Punjab,  Pakistan  pada  9  Nopember  1877  merupakan  sosok pemikir  multi  disiplin.  Di  dalam  dirinya  berhimpun kualitas kaliber  internasional sebagai  seorang  sastrawan,  negarawan,  ahli  hukum,  pendidik,  filosof  dan mujtahid.  Sebagai  pemikir  Muslim  dalam  arti  yang  sesungguhnya,  Iqbal  telah merintis upaya pemikiran ulang terhadap Islam secara liberal dan radikal. 
Di dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran kembali tentang Islam. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang tapi lewat tarian penanyalah yang menghempaskan bangunan unionist dan meratakan jalan untuk berdirinya Pakistan, memang pena lebih tajam dari pada pedang. Dia mengkritik sebab kemunduran Islam kerena kurang kreatifnya umat Islam, konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup.
Tokoh sejarah ekonomi islam lainnya adalah Syekh Muhamad Abduh yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Beliau menggerakkan dan mempelopori kebangkitan intelektual pada paruh kedua abad ke–9. Kebangkitan dan reformasi dipusatkan pada gerakan kebangkitan, kesadaran, dan pemahaman Islam secara komprehensif, serta penyembuhan agama dari berbagai problem yang muncul di tengah-tengah masyarakat modern.
Ada dua fokus utama pemikiran tokoh pembaharu Mesir ini; Pertama, beliau membebaskan umat dari taqlid dengan berupaya memahami agama langsung dari sumbernya – al-Qur’an dan Sunnah – sebagaimana dipahami oleh ulama salaf sebelum berselisih (generasi Sahabat dan Tabi’in). Kedua, memperbaiki gaya bahasa Arab yang sangat bertele-tele, yang dipenuhi oleh kaidah-kaidah kebahasaan yang sulit dimengerti. Kedua fokus tersebut ditemukan dengan sangat jelas dalam karya-karya Muhamad Abduh di bidang tafsir.
Pada fase ketiga sejarah ekonomi islam ini, para fuqaha hanya menulis catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluarkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing-masing mazhab. Namun demikian, terdapat sebuah gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Alquran dan hadis nabi SAW sebagai sumber pedoman hidup.
Tokoh-tokoh pemikir ekonomi Islam di masa ini antara lain diwakili oleh Shah Wali Allah (w.1176 H/1726 M), Jamaluddin Al-Afghani (w.1315 H/1897 M), Muhammad Abduh (w. 1320 H/1905 M), dan Muhammad Iqbal (w. 1375 H/1938 M).49
Di dalam kehidupannya Iqbal berusaha secara serius terhadap perumusan dan pemikiran kembali tentang Islam. Meskipun Iqbal tidak diberi umur panjang tapi lewat tarian penanyalah yang menghempaskan bangunan unionist dan meratakan jalan untuk berdirinya Pakistan, memang pena lebih tajam dari pada pedang. Dia mengkritik sebab kemunduran Islam kerena kurang kreatifnya umat Islam, konkritnya bahwa pintu Ijtihad telah ditutup.
Tokoh sejarah ekonomi islam lainnya adalah Syekh Muhamad Abduh yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah. Beliau dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah, Mesir pada 1850 M/1266 H, berasal dari keluarga yang tidak tergolong kaya dan bukan pula keturunan bangsawan. Beliau menggerakkan dan mempelopori kebangkitan intelektual pada paruh kedua abad ke–9. Kebangkitan dan reformasi dipusatkan pada gerakan kebangkitan, kesadaran, dan pemahaman Islam secara komprehensif, serta penyembuhan agama dari berbagai problem yang muncul di tengah-tengah masyarakat modern.
Ada dua fokus utama pemikiran tokoh pembaharu Mesir ini; Pertama, beliau membebaskan umat dari taqlid dengan berupaya memahami agama langsung dari sumbernya – al-Qur’an dan Sunnah – sebagaimana dipahami oleh ulama salaf sebelum berselisih (generasi Sahabat dan Tabi’in). Kedua, memperbaiki gaya bahasa Arab yang sangat bertele-tele, yang dipenuhi oleh kaidah-kaidah kebahasaan yang sulit dimengerti. Kedua fokus tersebut ditemukan dengan sangat jelas dalam karya-karya Muhamad Abduh di bidang tafsir.
Pada fase ketiga sejarah ekonomi islam ini, para fuqaha hanya menulis catatan-catatan para pendahulunya dan mengeluarkan fatwa yang sesuai dengan aturan standar bagi masing-masing mazhab. Namun demikian, terdapat sebuah gerakan pembaharu selama dua abad terakhir yang menyeru untuk kembali kepada Alquran dan hadis nabi SAW sebagai sumber pedoman hidup.