Pemahaman pengertian etika bisnis dan aspek-aspek lainnya akan lebih mendalam dipahami dengan memberikan contoh kasus pelanggaran etika bisnis. Berikut ini adalah contoh kasus pelanggaran etika bisnis yang dapat ditelaah dan dianalisis. Sengaja kami pilihkan kasus yang sudah agak lama namun masih cukup relevan untuk mengaitkannya dengan kondisi saat ini pada waktu, tempat, dan jenis produk yang berbeda.
1. Pelanggaran etika bisnis dalam periklanan
Contoh kasus etika bisnis yang diangkat menyangkut iklan TCM (Traditional Chinese Medication), sebut saja Klinik C. Pada iklan yang dipublikasikan oleh Klinik C, disebutkan adanya pemberian diskon hingga 30% untuk pembelian obat ditambah pula dengan sejumlah kesaksian konsumennya yang berkesan tendensius dan melebih-lebihkan serta bersifat lebih provokatif. Iklan atau kampanye ini cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.
Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I sejak November 2011 telah menilai penayangan iklan tersebut berpotensi terjadinya pelanggaran Etika Pariwara Indonesia. Sebagaimana dinyatakan pada Bab III.A. No.2.10.3. tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit bahwa: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. tentang Kesaksian Konsumen bahwa: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.
BPP P3I mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit Indonesia (PERSI) untuk memastikan pelanggaran tersebut dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I. Tindak lanjutnya, pada bulan Maret 2012, BPP P3I melayangkan himbauan kepada KPI agar menghentikan penayangan iklan tersebut.
Berdasarkan pertimbangan atas himbauan tersebut, pada bulan Agustus 2012, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga mengirimkan surat teguran kepada lima stasiun televise yang menayangkan iklan itu. Menurut Komisioner KPI Nina Mutmainah Armando, iklan tersebut tidaklah etis sebab menampilkan promosi dan testimoni yang berisi jaminan kesembuhan dari pasien. Ini dibenarkan pula oleh IKNI (Ikatan Naturopatis Indonesia). Sujanto Mardjuki sebagai ketua IKNI menegaskan bahwa iklan layanan kesehatan yang menjamin kesembuhan tidaklah etis.
2. Pelanggaran etika bisnis pasar bebas
Menurut mekanisme pasar bebas, setiap pelaku bisnis diberi kebebasan luas melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan kerap terjadi pelanggaran etika bisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Contoh berikut berkaitan dengan persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan yakni produk mie instan “Indomie”.
Indomie dilarang beredar di Taiwan sebab mengandung bahan pengawet yang membahayakan manusia. Methyl Parahydroxybenzoate dan Benzoic Acid (asam benzoat) yang terkandung dalam Indomie lazimnya hanya boleh digunakan untuk industri kosmetik, dan pihak Taiwan telah mengambil keputusan menarik semua jenis produk Indomie. Di Hongkong, terdapat dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk Indomie.
Contoh kasus pelanggaran etika bisnis ini mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang terjadinya kasus ini. Selain itu Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini namun dijelaskan oleh beliau bahwa kadar zat kimia dalam produk Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Ditegaskan pula bahwa Indonesia merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus etika bisnis dalam pemasaran mie instan di Taiwan.
Demikian dua contoh kasus pelanggaran etika bisnis yang dapat kami share. Tentunya kasus tersebut perlu dianalisis lebih lanjut agar dapat mengambil kesimpulan akhir dan mengambil benang merah serta penyelesaian yang tepat.
1. Pelanggaran etika bisnis dalam periklanan
Contoh kasus etika bisnis yang diangkat menyangkut iklan TCM (Traditional Chinese Medication), sebut saja Klinik C. Pada iklan yang dipublikasikan oleh Klinik C, disebutkan adanya pemberian diskon hingga 30% untuk pembelian obat ditambah pula dengan sejumlah kesaksian konsumennya yang berkesan tendensius dan melebih-lebihkan serta bersifat lebih provokatif. Iklan atau kampanye ini cenderung menjatuhkan kredibilitas pengobatan konvensional.
Badan Pengawas Periklanan (BPP) P3I sejak November 2011 telah menilai penayangan iklan tersebut berpotensi terjadinya pelanggaran Etika Pariwara Indonesia. Sebagaimana dinyatakan pada Bab III.A. No.2.10.3. tentang Klinik, Poliklinik dan Rumah Sakit bahwa: “Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh mengiklankan promosi penjualan dalam bentuk apa pun” dan Bab III.A. No.1.17.2. tentang Kesaksian Konsumen bahwa: “Kesaksian konsumen harus merupakan kejadian yang benar-benar dialami, tanpa maksud untuk melebih-lebihkannya”.
BPP P3I mengirimkan surat kepada Persatuan Rumah-Sakit Indonesia (PERSI) untuk memastikan pelanggaran tersebut dan mendapatkan jawaban bahwa PERSI sependapat dengan BPP P3I. Tindak lanjutnya, pada bulan Maret 2012, BPP P3I melayangkan himbauan kepada KPI agar menghentikan penayangan iklan tersebut.
Berdasarkan pertimbangan atas himbauan tersebut, pada bulan Agustus 2012, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) juga mengirimkan surat teguran kepada lima stasiun televise yang menayangkan iklan itu. Menurut Komisioner KPI Nina Mutmainah Armando, iklan tersebut tidaklah etis sebab menampilkan promosi dan testimoni yang berisi jaminan kesembuhan dari pasien. Ini dibenarkan pula oleh IKNI (Ikatan Naturopatis Indonesia). Sujanto Mardjuki sebagai ketua IKNI menegaskan bahwa iklan layanan kesehatan yang menjamin kesembuhan tidaklah etis.
2. Pelanggaran etika bisnis pasar bebas
Menurut mekanisme pasar bebas, setiap pelaku bisnis diberi kebebasan luas melakukan kegiatan dan mengembangkan diri dalam pembangunan ekonomi. Pelaku bisnis dibiarkan bersaing untuk berkembang mengikuti mekanisme pasar. Dalam persaingan kerap terjadi pelanggaran etika bisnis, bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Contoh berikut berkaitan dengan persaingan produk impor dari Indonesia yang ada di Taiwan yakni produk mie instan “Indomie”.
Indomie dilarang beredar di Taiwan sebab mengandung bahan pengawet yang membahayakan manusia. Methyl Parahydroxybenzoate dan Benzoic Acid (asam benzoat) yang terkandung dalam Indomie lazimnya hanya boleh digunakan untuk industri kosmetik, dan pihak Taiwan telah mengambil keputusan menarik semua jenis produk Indomie. Di Hongkong, terdapat dua supermarket terkenal juga untuk sementara waktu tidak memasarkan produk Indomie.
Contoh kasus pelanggaran etika bisnis ini mendapat perhatian dari berbagai pihak. Di Komisi IX DPR akan meminta keterangan tentang terjadinya kasus ini. Selain itu Ketua BPOM Kustantinah juga membenarkan adanya zat berbahaya bagi manusia dalam kasus Indomie ini namun dijelaskan oleh beliau bahwa kadar zat kimia dalam produk Indomie masih dalam batas wajar dan aman untuk dikonsumsi. Ditegaskan pula bahwa Indonesia merupakan anggota Codex Alimentarius Commision, produk Indomie sudah mengacu kepada persyaratan Internasional tentang regulasi mutu, gizi dan kemanan produk pangan. Sedangkan Taiwan bukan merupakan anggota Codec. Produk Indomie yang dipasarkan di Taiwan seharusnya untuk dikonsumsi di Indonesia. Dan karena standar di antara kedua negara berbeda maka timbulah kasus etika bisnis dalam pemasaran mie instan di Taiwan.
Demikian dua contoh kasus pelanggaran etika bisnis yang dapat kami share. Tentunya kasus tersebut perlu dianalisis lebih lanjut agar dapat mengambil kesimpulan akhir dan mengambil benang merah serta penyelesaian yang tepat.